Senin, 05 November 2007

Gambar Arjuna dalam berbagai versi

Wayang JANAKA


JANAKA adalah nama ARJUNA setelah ia dewasa

Sumber : Ensiklopedia wayang

Dalam tokoh Arjuna mempunyai banyak nama, antara lain: Permadi, Pamade, Janaka, Palguna, Anaga, Panduputra, Barata, Baratasatama, Danasmara, Danajaya, Gudakesa, Ciptaning, Kritin, Kliti, Kariti, Kumbawali, Kumbang Ali-ali, Kundiputra, Kuruprawira, Kurusatama, Kurusreta, Mahabahu, Margana, Parantapa, dan Parta.

Arti nama Janaka atau Arjuna biasa digunakan untuk menyebutkan Arjuna setelah ia dewasa.

Arjuna adalah orang ketiga dari Pandawa lima, putra Dewi Kunti. Kata “Arjuna” dalam bahasa Sansekerta artinya putih atau bening, bersih. Dalam perwayangan, Arjuna merupakan tokoh popular selain karena kesaktiaanya, ketampanannya, juga karena banyak lakon wayang melibatkannya namanya.

Selain tampan, Arjuna sejak kecil gemar menuntut ilmu. Untuk menambah ilmunya, jika perlu Arjuna berkelana ke negeri lain. Ia merupakan murid yang paling disayangi Begawan Drona. Guru Besar yang bekerja bagi Kerajaan Astina itu bahkan pernah berjanji, tidak akan mengajarkan ilmunya kepada murid lain, selengkap yang diajarkan Arjuna. Putra Kunti ini juga dikenal sebagai ksatria tekun bertapa.

Sebagai salah seorang dari Pandawa, Arjuna mempunyai dua kakak dan dua orang adik. Abangnya yang sulung adalah Yudistira alias Puntadewa, kelak raja di Amarta dengan Prabu Darmakusuma. Sesudah itu, abangnya yang kedua, bernama Bima alias Harya Sena, Wijasena, Bratasena, atau Wrekudara. Adik kembar, bernama Pinten dan Tangsen, yang juga dikenal dengan nama Nakula dan Sadewa.

Walupun resminya Arjuna adalah putra raja Astina, namun sesungguhnya ia adalah putra Batara Endra. Hal ini disebabkan Prabu Pandu Dewanata sendiri tidak dapat membuahkan keturunan, karena kekeliruan yang dibuatnya ia terkena kutukan. Kutukan itu menyebutkan Pandu Dewanata akan mati seketika bilamana ia memadu kasih bersama istrinya. Sejak itulah Pandu tak berani tidur bersama istrinya.

Karena harus ada keturunan untuk melanjutkan dinasti yang memerintah Astina, Pandu mengizinkan istrinya memanggil dewa yang dikehendakinya guna membuahi Kunti. Kebetulan Kunti memiliki Aji Adityahredaya yang dipelajarinya dari Resi Druwasa. Ilmu ini menyebabkannya ia kuasa memanggil dewa mana saja. Dan, sebagai bagi ayah Arjuna, Dewi Kunti memanggil Batara Endra. Itulah sebabnya, Arjuna juga bernama Endratanaya atau Endraputra.

Namun sebagai manusia, Arjuna pun memiliki beberapa kekurangan. Ketampanan wajah dan ilmu tinggi yang dimilikinya beberapa kali disalahgunakan. Dalam tokoh perwayangan tokoh Arjuna menggambarkan karakter manusia yang berilmu tinggi tetapi kadang-kadang ragu dan bimbang dalam bertindak.

Istri Arjuna banyak. Ada 41 orang jumlahnya. Namun para istri Arjuna yang cukup terkenal antara nlain adalah Subrada, Larasati, Ulupi, Lestari, Manoara, Ratri, Gandawati, banowati, Manikhara, Citrahoyi, Wilutama, Supraba, dan Dresanala. Tiga nama yang disebut terakhir adalah bidadari.

Pada Wayang Golek Purwa Sunda, nama istri Arjuna lainnya Puspawati, Srimendang, Manikarya, Suyati, dan Partawati. Karena begitu banyak istri Arjuna, sampai-sampai Ki dalang mengatakan, istri Arjuna saketi kurang siji, yang artinya satu juta kurang satu. Jadi ada 999.999 orang.

Walaupun sudah demikian banyak istrinya, karena ketampanan dan sikapnya yang lemah lembut, Arjuna tetap saja dicintai banyak wanita. Antara lain oleh iparnya sendiri, yaitu Dewi Banowati menikah denan penguasa Kerajan Astina itu, putri cantik itu minta agar Arjunalah yang memandikan dan meriasnya. Dewi Banowati baru terlaksana menjadi isri Arjuna setelah janda, seusai Baratayuda.

Anak arjuna yang terkenal antara lain adalah Abimayu, Bambang Irawan, Bmabang Sumitra, Wisanggeni, Bratalaras, Wilugangga, Priyambada, Wijanarka, dan Caranggana. Sedangkan anak perempuannya, antara lain Dewi Pregiwa dan pregiwati.

Semua anak laki-laki gugur dalam baratayuda, tidak seorang pun yang hidup. Demikian pula salah seorang istrinya, Srikandi. Prajurit wanita yang berjasa karena mengalahkan Resi Bisma itu tewas dibunuh Aswatama pada saat tidur. Dewi Banowati, janda Prabu Anom Duryudana, yang hanya beberapa waktu menjadi istrinya juga mati dibunuh Aswatama.

Tentang banyaknya istri Arjuna, budayawan penulis buku-buku wayang Soenarto Timoer berpendapat bahwa itu hanya merupakan simbolisme. Sebagian besar istri Arjuna adalah putri pendeta, pertapa, yang merupakan guru Arjuna. Memperistri putri para resi yang menjadi gurunya, merupakan simbol dari keberhasilan Arjuna menyadap ilmu dari Guru.

Selain berkemapuan terbang, Arjuna juga banyak memiliki senjata pusaka. Sebagian besar senjata itu pemberian para dewa, diantaranya Pulanggeni, Pasopati, Kalanadah, Sarotama, Kalamisani. Keris Kyai Kalanadah dalam perwayangan dikatakan berasal dari taring Batara Kala, kemudian dihadiahkan kepada gatot kaca sebagai kancing geliung ketika putra Bima itu menikahi Dewi Pregiwa. Anak panah pustaka milik Arjuna juga cukup banyak, diantaranya adalah Pasopati, Sarutama, Ardadedali, dan Agnirastra



Perusahaan Periklanan Pertama

Periode tahun 1963-1967 InterVista juga tercatat sebagai perusahaan periklanan pertama yang melakukan adaptasi terhadap film iklan yang berbahasa lnggris, meskipun proses produksinya masih dikerjakan di Singapura. Bahkan pada periode ini InterVista sudah memiliki seorang sutradara untuk membuat film-film ikian para kliennya. Salah satu film iklan yang sangat sukses saat itu adalah iklan Ardath.


Meskipun InterVista dianggap sebagai perusahaan periklanan modern pertama di Indonesia, namun ia ternyata bukanlah yang pertama melakukan kerja sama dengan perusahaan periklanan asing.Tahun 1960, Franklyn, perusahaan perikianan milik orang Belanda, kemudian berganti nama menjadi Bhineka, sudah bekerja sama dengan Young & Rubicam, salah satu perusahaan periklanan raksasa dan Amerika.



Penggunaan Slogan oleh Nuradi tokoh Bumiputera

Menurut Nuradi, kekuatan lnterVista terletak justru pada akar budaya Indonesia. Pendapat ini mungkin benar, kalau kita memperhatikan beberapa slogan yang diciptakan InterVista, seperti:

· Produk susu kental manis : Indomilk sedaaap.

· Produk bir : Bir Anker. ini Bir Baru, lni Baru Bir

· Produk rokok putih : Makin mesra dengan Mascot

· Produk skuter :Lebih baik naik Vespa.

Tokoh Tionghua dalam Biro Reklame

Periklanan Indonesia Modern (1967-1972)

Contoh iklan rokok

Tokoh Tionghua dalam Biro Reklame

MENJELANG akhir abad ke-19 biro-biro reklame yang dimiliki dan dikelola oleh Tionghoa mulai bermunculan. Resesi ekonomi yang melanda dunia tahun 1890 rupanya berdampak buruk bagi dunia usaha,termasuk terhadap banyak percetakan pers milik orang-orang Belanda. Peluang inilah yang dimanfaatkan oleh kelompok Tionghoa.


Pelopor periklanan dan kelompok ni adalah Yap Goan Ho, yang memiliki biro reklame di
Batavia. Yap Goan Ho sebelumnya adalah seorang copywriter di biro reklame De Locomotief. Yap Goan Ho, yang terjun di bisnis percetakan khusus mencetak buku dan bahan untuk sekolah dan kantor, memulai penerbitan suratkabar sendiri di Batavia, SinarTerang (1888-1898). Biro reklamenya yang diberi nama Yap Goan Ho dikontrak olah suratkabar miliknya sendiri, Sinar Terang. Pada 1894 Yap Goan Ho berupaya menerbitkan suratkabar Cha bar Berdagang, sebuah koran pengiklan komersial.Tetapi koran itu tak berlanjut karena tak mendapatkan respon yang menggembirakan dan pelanggan.


Kebanyakan iklan yang ditangani Yap Goan Ho adalah produk buku, khususnya yang diterbitkan untuk masyarakat Tionghoa. Setelah Sinar Terang ditutup, Yap Goan Ho berusaha mengembangkan sendini biro reklamenya. Untuk itu dia mengumpulkan modal dengan mencari iklan bagi beberapa sunatkabar.Dia mengkhususkan din pada iklan-iklan pelelangan barang milik pejabat Belanda yang akan mengakhiri masa jabatan di Hindia Belanda. Iklan-iklan pelelangan ini terutama ditujukan kepada khalayak bumiputera, dan sebagian besar dimuat di suratkabar De Locomotief.

Tokoh lainnya adalah Lie Bian Goan. Seperti juga Yap Goan Ho, biro reklame Lie Bian Goan juga dikontrak dan disokong oleh suratkabar sendini, yakni dwimingguan Pertja Barat yang terbit di Padang tahun 1894-1912. Iklan yang menonjol dan biro reklame ini adalah produk pecah-belah. Khalayak sasarannya adalah penduduk Eropa yang tinggal di Hindia Belanda.
Di luar Jawa tercatat nama Kadhool. Seperti Yap Goan Ho, dia juga mantan penulis naskah di biro reklame De Locomotief. Kadhool bersekolah di
Hwee Koan, China. Biro reklamenya bernama Firma Tie Ping Goan.



Penggunaan LOGO

Beberapa perusahaan besar sudah mulai berani menggunakan sedikit teks dan sekaligus menyadari betapa penting khalayak sasaran mengenal logotype (ciri logo) produk-produk mereka. Sayangnya, berbeda dan teori perikianan, banyak produk maupun merek baru tidak menyatakan kebaruannya dalam iklan-iklan mereka. Selain itu, nuansa yang tercipta dan iklan-iklan tersebut hampir seluruhnya hanya untuk tujuan penjualan (sales) semata.


Popularitas penggunaan logo sebagai identitas suatu produk atau merek menciptakan lahan bisnis baru untuk biro reklame. Yaitu merancangkan logo yang sesuai dengan jenis, kepribadian, dan citra produk yang ingin dikembangkan produk-produk tersebut. Beberapa perusahaan bahkan meminta biro reklame untuk juga menguruskan nomor pendaftaran (gedeponeerd) merek atau logo produk tersebut di Kantor Pendaftaran Merk Dagang’.


Membanjirnya kebutuhan mendaftarkan merek ini tidak seimbang dengan kesadaran mereka terhadap sebuah logo. Situasi mi membawa dampak di bidang hukum. Karena saat itu muncul banyak logo yang mirip satu sama lain. Akibatnya mereka akhirnya merasa perlu memuat iklan pengaduan, atau sekadar menjelaskan tentang perbedaan logo produknya dan milik perusahaan lain. Ironisnya, beberapa di antara mereka yang punya kemiripan logo dan memuat iklan pengumuman ini bahkan sama-sama belum terdaftar.

Sejarah Periklanan

SEJARAH PERIKLANAN DI INDONESIA

sumber: Reka Reklame (Sejarah Periklanan di Indonesia 1744-1984)

Iklan Media Pertama


Pemanfaatan iklan untuk menunjang pemasanan sudah lama dikenal para pengelola suratkabar. Suratkabar Bientang Timoor (Sumatra), yang diterbitkan Zadelhoff dan Fabritius, masing-masing pemilik toko buku dan percetak di Padang, telah menggunakan iklan untuk meluncurkan produknya.

Iklan tersebut tampil dalam konsep penulisan naskah atau teks yang informatif, persuasif, dan unik yang ditujukan pada segmentasi pembaca yang terarah. Iklan tersebut secara sugestif juga memberikan pengaruh politis karena menampilkan pejabat bumiputera yang mempunyai otoritas tradisional maupun birokratis dalam struktur pemerintahan kolonial, dan ini merupakan terobosan yang bernilai kreatif tinggi. Keberanian menampilkan tokoh kharismatik sebagal maskot penarik perhatian telah mengukuhkan iklan produk Abdijsiroop sebagai pelopor penggunaan konsep kekuatan politik dalam strategi komunikasi pemasaran.

Biro Reklame sebagai Agen Distribusi Produk

Biro reklame pertama yang dimiliki oleh keturunan Tionghoa adalah NVljong Hok Long pada 1901 yang kemudian diikuti oleh Bureau Rekiame Lauw Djin — keduanya berdomisili di Solo. Selanjutnya disusul oleh biro-biro reklame di Semarang seperti Liem Eng Tjang & Co.,Tjioe Twan Ling, dan Ko Tioen Siang.Tjong Hok Long dan Lauw Djin awalnya sering memproduksi iklan-iklan batik yang tergabung dalam perusahaan Kong Sing. Modal maupun peralatan produksi biro-biro reklame ini masih sangat sederhana. Iklan-iklan yang dihasilkan umumnya tetap menggunakan tulisan tangan, dan produk-produk yang diiklankan terbatas pada kebutuhan masyarakat sehari-hari, seperti batik, sabun, rokok, dan obat-obatan.

Rintisan Biro Reklame Bumiputera

KEMUNCULAN biro reklame milik bumiputera diawali dan kemunculan klien-klien perusahaan rokok dan batik. lklan-iklan mereka bahkan cukup maju karena telah berhasil menampilkan unsur persuasi yang sejajar dengan kebutuhan informasi produk. Khususnya karena masa itu banyak orang belum menyadari bahwa unsur informasi bagi konsumen sama penting dengan unsur persuasi bagi produsen. Dengan perkataan lain, ciri iklan adalah lebih menjadikannya sebagai sarana informasi, akibat tidak adanya akses informasi lain tentang produk atau produsen yang dapat diperoleh masyarakat.


Biro reklame bumiputera yang pertama adalah Medan Prijaji mluk R.M.Tirtoadisoerjo, yang menangani produk rokok dan batik. Tetapi biro reklame yang terkenal adalah NV Hardjo Soediro. NV Hardjo Soediro yang sering mena-ngani produk rokok merancang iklan berikut ini untuk suratkabar SinarHindia, 20 Juli 1916:


Rokok Kiobot.
Selarnanja selaloe sedia Rokok-Kiobot bikinan Djokja. Klobotnja terpilih jang moeda dan manis bikinan rapi, boleh dapet dan ternbaco Kedoe dan siloek No. I.
1.000 batang model pandjang harga f 2, 1.000 batang model pendek harga 11,60. Lain onkost kirim.
Pesenan 5.000 batang dikirirn franco, boleh kirim oewang lebih doeloe atawa rembours.
Toenggoe pesenan N.y Hardjo Soediro Djojonegaran, Djogja


Ciri iklan-iklan yang sekadar meringkas informasi tidak terlepas dan struktur masyarakat dan situasi sellers market (pembeli mencari barang) di masa itu. Lebih-lebih lagi,karena hampir seluruh produk kebutuhan sehari-hari masyarakat,dari sabun hingga mobil, diimpor dari Eropa, khususnya dan Negeri Belanda.

Kebanyakan Industri Rokok dimiliki Orang-orang Tionghua (1932-1933)

Industri rokok di Jawa yang berpusat di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Awalnya industri rumahan, kemudian polanya bergerak menjadi produksi pabrik. Kebanyakan industri rokok ini dimiliki oieh orang-orang Tionghoa. Selama empat tahun (1929-1933), tingkat pertumbuhan produksi rokok terus meningkat dan 10% hingga 36%4.Selain rokok, pada 1935 para pengusaha Tionghoa juga memasuki industri-industri lain yang berskala menengah. Di antaranya garmen, obat-obatan, percetakan, dan sabun. Sebaliknya, pengusaha-pengusaha Belanda tetap mempertahankan industri skala atas dan menengah, antara lain mobil, bank, radio, bir, biskuit, perhotelan, dan jam. Usaha-usaha manufaktur kaum bumiputera sendiri tetap terbatas pada produk-produk berskala kecil, seperti batik, penjahit, dan rokok klobot.


Hingga tahun 1940-an pasar Hindia Belanda umumnya didominasi oleh produk-produk manufaktur yang diimpor dan Eropa, Jepang, maupun Amerika Serikat, dan juga produksi Hindia Belanda. Kategori produk-produk ini sebagian besar kebutuhan sehari-hari dan industri rumahan, seperti batik dan rokok kretek.

Aspek-aspek Penting Iklan

1. Periklanan saat itu sudah dituntut untuk memilih kata-kata yang sederhana dan langsung, sehingga maknanya dapat Iebih cepat ditangkap oleh calon konsumen.

2. Kata-kata yang dipilih harus pula punya kaitan dengan produk yang diiklankan.

3. Iklan harus mampu secara cepat dildentifikasikan oleh khalayak sasarannya sebagai produk khusus untuk mereka.

Metode dan teknik baru periklanan yang diperkenalkan di Indonesia menyebabkan banyak perusahaan kecil dan menengah tumbuh menjadi perusahaan besar. Mereka umumnya mempelajari teknik-teknik baru periklanan dan negara-negara maju.

Perkembangan Surat kabar di Jawa

Kondisi suratkabar dan periklanan di luarJawa memang tak sebaik di Jawa, balk dan segi tiras maupun pendapat iklannya. Di Makassar dan sekitarnya, misalnya,jumlah suratkabar yang besar malah menimbulkan kompetisi yang tidak fair, khususnya ketika berebut mendapatkan iklan. Hal mi malahan menjadi bumerang yang memberikan pukulan bahkan bagi kehidupan suratkabar di sana. Sejak pemasang klan mengetahui isi dapur suratkabar, dengan mudah mereka mendapatkan ruang iklan yang besar dengan pengeluaran uang yang sedikit. Kondisi ekonomi itu karena bukanlah barang yang mencari uang tapi uang yang memburu barang (seller’s market). Bahkan,”Pada tahun 1950-an, meskipun jika kita meludah di atas selembar kertas, itu akan laku” 2 Sehingga, apa yang diiklankan ketika barang-barang itu bisa dijual tanpa menggunakan atau meletakkan iklan di suratkabar?


Perkembangan suratkabar di Jawa relatif jauh lebih baik. Apalagi, pada 1954 beberapa sunatkabar sudah memiliki mesin percetakan atas prakarsa pemerintah. Suratkabar Pedoman dan Abadi di Jakarta, Pikiran Rakyat (Bandung), Suara Merdeka (Semarang), Suara Umum (Sunabaya), dan Mimbar Umum (Medan) memunyai mesin percetakan sendiri yang diperoleh melalui kredit dan Bank Industri.

Hambatan Utama Industri Dalam Negeri

Hambatan utama industri perikianan dalam negeri adalah kekurangan bahan baku atau peralatan kebutuhan industri dan perkebunan yang sebagian besar masih impor. Ini mengakibatkan hanya perusahaan-perusahaan besar saja yang membutuhkan jasa periklanan. Menarik untuk diketahui bahwa meskipun perkembangan perekonomian belum mapan, namun pada 1954 sempat terselenggara Pekan Raya Ekonomi Internasional (PRED.Maksud diselenggarakan PREP untuk memperkenalkan produk-produk nasional kepada dunia. Dalam pekan raya ini terlibat beberapa biro reklame nasional ikut meramaikan pekan raya tersebut, seperti Balai Iklan di Bandung, Aneta, Indonesia Reclame and Advertentie Bureau (IRAB),dan Korra di Jakarta.

Biro-biro reklame menyadari persepsi masyara kat yang menganggap rendah mutu segala produk yang dibuat oleh industri dalam negeri. Sampai-sampai mereka berpikir perlu suatu kampanye Bell Bikinan Indonesia, meskipun untuk melakukan “ge-rakan propaganda” ini mereka mengalami banyak hambatan akibat masih terbatas industri-industri pendukung periklanan. Bisa jadi mereka mengambil pelajaran dan apa yang dilakukan industri periklanan lnggris pada masa yang bersamaan, yaitu kampanye”Buy British”.


Di lnggris kampanye ”beli bikinan sendiri”diselenggarakan oleh semacam Dewan Periklanan (Ad Council). Dewan ini merupakan suatu lembaga yang dibentuk mewakili masyarakat periklanan (pengikian, biro reklame, dan media) serta pemerintah, terutama dimaksudkan untuk melindungi industri dalam negeri.


Dalam kaitan ini, suratkabar Merdeka di Jakarta, bahkan ikut menyarankan agar Radio Republik lndonesia (RRI) pun terbuka untuk beriklan, khususnya untuk barang-barang yang dibuat di dalam negeri. Upayaupaya ni memang memiliki banyak kemungkinan yang positif bagi industri dalam negeri. klan sebagai salah satu cara menyampaikan informasi tentang produk tetaplah relevan, terutama agar calon konsumen mengetahui bahwa sudah begitu banyak barang yang dibuat oleh putra-putra
Indonesia, atau setidaknya sudah diproduksi di Indonesia”.



Sabtu, 03 November 2007

Rokok Kretek

Awal usaha Kretek

Nitisemito sendiri seorang buta huruf, dilahirkan dari rahim Ibu Markanah di desa Janggalan dengan nama kecil Rusdi. Ayahnya, Haji Sulaiman adalah kepala desa janggalan. Pada usia 17 tahun ia mengubah namanya menjadi Nitisemito. Pada usia ini, ia merantau ke Malang, Jawa Timur untuk bekerja sebagai buruh jahit pakaian. Usaha ini berkembang sehingga ia mampu menjadi pengusaha konfeksi. Namun beberapa tahun kemudian usaha ini kandas karena terlilit hutang. Nitisemito pulang kampung dan memulai usahanya membuat minyak kelapa, berdagang kerbau namun gagal. Ia kemudian bekerja menjadi kusir dokar sambil berdagang tembakau. Saat itulah dia berkenalan dengan Mbok Nasilah, pedagang rokok klobot di Kudus.

Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai penemu pertama rokok kretek, menemukan rokok kretek untuk menggantikan kebiasaan nginang pada sekitar tahun 1870.

Di warungnya, yang kini menjadi toko kain Fahrida di Jalan Sunan Kudus, Mbok nasilah menyuguhkan rokok temuannya untuk para kusir yang sering mengunjungi warungnya. Kebiasaan nginang yang sering dilakukan para kusir mengakibatkan kotornya warung Mbok Nasilah, sehingga dengan menyuguhkan rokok, ia berusaha agar warungnya tidak kotor.

Pada awalnya ia mencoba meracik rokok. Salah satunya dengan menambahkan cengkeh ke tembakau. Campuran ini kemudian dibungkus dengan klobot atau daun jagung kering dan diikat dengan benang. Rokok ini disukai oleh para kusir dokar dan pedagang keliling. Salah satu penggemarnya adalah Nitisemito yang saat itu menjadi kusir.

Nitisemito lantas menikahi Nasilah dan mengembangkan usaha rokok kreteknya menjadi mata dagangan utama. Usaha ini maju pesat. Nitisemito memberi label rokoknya "Rokok Tjap Kodok Mangan Ulo" (Rokok Cap Kodok makan Ular). Nama ini tidak membawa hoki malah menjadi bahan tertawaan. Nitisemito lalu mengganti dengan Tjap Bulatan Tiga. Lantaran gambar bulatan dalam kemasan mirip bola, merek ini kerap disebut Bal Tiga. Julukan ini akhirnya menjadi merek resmi dengan tambahan Nitisemito (Tjap Bal Tiga H.M. Nitisemito).

Bal Tiga resmi berdiri pada 1914 di Desa Jati, Kudus. Setelah 10 tahun beroperasi, Nitisemito mampu membangun pabrik besar diatas lahan 6 hektar di Desa jati. Ketika itu, di Kudus telah berdiri 12 perusahaan rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok kecil (gurem). Diantara pabrik besar itu adalah milik M. Atmowidjojo (merek Goenoeng Kedoe), H.M Muslich (merek Delima), H. Ali Asikin (merek Djangkar), Tjoa Khang Hay (merek Trio), dan M. Sirin (merek Garbis & Manggis).

Sejarah mencatat Nitisemito mampu mengomandani 10.000 pekerja dan memproduksi 10 juta batang rokok per hari 1938. Kemudian untuk mengembangkan usahanya, ia menyewa tenaga pembukuan asal Belanda. Pasaran produknya cukup luas, mencakup kota-kota di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan bahkan ke Negeri Belanda sendiri. Ia kreatif memasarkan produknya, misalnya dengan menyewa pesawat terbang Fokker seharga 200 gulden saat itu untuk mempromosikan rokoknya ke Bandung dan Jakarta


Ambruknya rokok kretek Bal Tiga dan Munculnya Pesaing

Hampir semua pabrik itu kini telah tutup. Bal tiga ambruk karena perselisihan diantara para ahli warisnya. Munculnya perusahaan rokok lain seperti Nojorono (1940), Djamboe Bol (1937), Djarum (1950), dan Sukun, semakin mempersempit pasar Bal Tiga ditambah dengan pecahnya Perang Dunia II pada tahun 1942 di Pasifik, masuknya tentara Jepang, juga ikut memperburuk usaha Nitisemito. Banyak aset perusahaan yang disita. Pada tahun 1955, sisa kerajaan kretek Nitisemito akhirnya dibagi rata pada ahli warisnya.

Ambruknya pasaran Bal Tiga disebut sebut juga karena berdirinya rokok Minak Djinggo pada tahun 1930. Pemilik rokok ini, Kho Djie Siong, adalah mantan agen Bal Tiga di Pati, Jawa Tengah. Sewaktu masih bekerja pada Nitisemito, Kho Djie Siong banyak menarik informasi rahasia racikan dan strategi dagang Bal Tiga dari M. Karmaen, kawan sekolahnya di HIS Semarang yang juga menantu Nitisemito.

Pada tahun 1932, Minak Djinggo, yang penjualannya melesat cepat memindahkan markasnya ke Kudus. untuk memperluas pasar, Kho Djie Siong meluncurkan produk baru, Nojorono. Setelah Minak Djinggo, muncul beberapa perusahaan rokok lain yang mampu bertahan hingga kini seperti rokok Djamboe Bol milik H.A. Ma'roef, rokok Sukun milik M. Wartono dan Djarum yang didirikan Oei Wie Gwan.

Perusahaan rokok kretek Djarum berdiri pada 25 Agustus 1950 dengan 10 pekerja. Oei Wie Gwan, mantan agen rokok Minak Djinggo di Jakarta ini, mengawali bisnisnya dengan memasok rokok untuk Dinas Perbekalan Angkatan Darat. Pada tahun 1955, Djarum mulai memperluas produksi dan pemasarannya. Produksinya makin besar setelah menggunakan mesin pelinting dan pengolah tembakau pada tahun 1967.

Di era keemasan Minak Djinggo dan di ujung masa suram Bal Tiga, aroma bisnis kretek menjalar hingga ke luar Kudus. Banyak juragan dan agen rokok bermunculan. Di Magelang, Solo dan Yogyakarta, kebanyakan pabrik kretek membuat jenis rokok klembak. Rokok ini berupa oplosan tembakau, cengkeh dan kemenyan.


Perkembangan industri kretek di daerah di pulau Jawa

Kretek juga merambah Jawa Barat. Di daerah ini pasaran rokok kretek dirintis dengan keberadaan rokok kawung, yakni kretek dengan pembungkus daun aren. Pertama muncul di Bandung pada tahun 1905, lalu menular ke Garut dan Tasikmalaya. Rokok jenis ini meredup ketika kretek Kudus menyusup melalui Majalengka pada 1930-an, meski sempat muncul pabrik rokok kawung di Ciledug Wetan.

Sedangkan di Jawa Timur, industri rokok dimulai dari rumah tangga pada tahun 1910 yang dikenal dengan PT. HM Sampoerna. Tonggak perkembangan kretek dimulai ketika pabrik-pabrik besar menggunakan mesin pelinting. Tercatat PT. Bentoel di Malang yang berdiri pada tahun 1931 yang pertama memakai mesin pada tahun 1968, mampu menghasilkan 6000 batang rokok per menit. PT. Gudang Garam, Kediri dan PT HM Sampoerna tidak mau ketinggalan, begitu juga dengan PT Djarum, Djamboe Bol, Nojorono dan Sukun di Kudus.

Kini terdapat empat kota penting yang menggeliatkan industri kretek di Indonesia; Kudus, Kediri, Surabaya dan Malang. Industri rokok di kota ini baik kelas kakap maupun kelas gurem memiliki pangsa pasar masing masing. Semua terutapa pabrik rokok besar telah mencatatkan sejarahnya sendiri. Begitu pula dengan Haji Djamari, sang penemu kretek. Namun riwayat penemu kretek ini masih belum jelas. Dan kisahnya hidupnya hanya dekrtahui di kalangan pekerja pabrik rokok di Kudus.

about rokok

Sejarah rokok di Indonesia adalah sejarah Kudus. Dalam catatan Raffles dan Condolle disebutkan, kebiasan merokok di Jawa sudah ada sejak abad ke-17. Bahkan, Raja Mataram Sultan Agung yang memerintah pada 1613-1645 dicatat Onghokham dan Amen Budiman sebagai chain smoker (perokok berat). Akan tetapi, tak satu pun dari catatan sejarah itu yang memperkenalkan rokok secara komersial kecuali seorang haji asal Kudus bernama Djamahari pada akhir abad ke-19.

Kediri dan Malang, dua dari tiga kota industri rokok di Indonesia --termasuk Kudus-- selalu berebut menyebut diri, ''Kamilah kota kretek Indonesia.'' Namun, baik Kediri maupun Malang tak memiliki Haji Djamahari yang telah menjadi ikon rokok dan menjadi buah bibir masyarakat karena telah menyembuhkan sendiri penyakitnya sesudah mengisap rokok bercengkih.

Mereka pun tak memiliki Haji Ilyas dan Haji Abdul Rasul yang memproduksi rokok secara massal sebagai pendahulu-pendahulu sejarah kesaudagaran rokok di Kudus. Suatu sejarah panjang rokok kretek sampai pada juragan rokok Bal Tiga Nitisemito yang tersohor itu.

Kini, rokok telah tumbuh menjadi industrial idol negara. Pemasukan negara atas industri ini pada 2003 adalah Rp 27 triliun. Dari industri ini, Kudus menyumbang hampir Rp 6 triliun per tahun.

Ibarat gula, industri ini telah menjadi tempat kerubutan ratusan ribu tenaga kerja yang mengisap manis dari pahitnya tembakau dan cengkih. Bila dahulu Barat, seperti disebut the old man Agus Salim, menjajah dunia karena cengkih, maka industri rokok kini menjadi tempat penziarahan panjang angkatan kerja yang menanti kesempatan ngelinting tembakau dan cengkih dan tempat hidup bagi para petani penghasil rempah-rempah itu.

Rokok telah menjadi candu bagi tenaga kerja, petani, saudagar rokok, dan juga negara. Dan, kita (juga saya) seperti kata Fromberg dalam Opium to Java adalah pengisap candu sekaligus terisap oleh industri rokok dan negara. Itulah kenapa rokok selalu berada dalam ironi: dicaci sekaligus didamba.

Karena itu, ketika negara secara tegas memberlakukan ketentuan tar dan nikotin, sesungguhnya negara tidak sedang mencaci rokok karena negara mendambakannya. Negara hanya sedang berkompromi secara malu-malu dengan Barat yang dahulu menjajahnya untuk sebuah kepentingan bernama paru-paru manusia.

Senin, 01 Oktober 2007

Sejarah JAMU

SEJARAH JAMU
Jamu sudah dikenal sudah berabad-abad di Indonesia yang mana pertama kali jamu dikenal dalam lingkungan Istana atau keraton yaitu Kesultanan di Djogjakarta dan Kasunanan di Surakarta.

Jaman dahulu resep jamu hanya dikenal dikalangan keraton dan tidak diperbolehkan keluar dari keraton. Tetapi seiring dengan perkembangan jaman, orang-orang lingkungan keraton sendiri yang sudah modern, mereka mulai mengajarkan meracik jamu kepada masyarakat diluar keraton sehingga jamu berkembang sampai saat ini tidak saja hanya di Indonesia tetapi sampai ke luar negeri.

Bagi masyarakat Indonesia, Jamu adalah resep turun temurun dari leluhurnya agar dapat dipertahankan dan dikembangkan.

Bahan-bahan jamu sendiri diambil dari tumbuh-tumbuhan yang ada di Indonesia baik itu dari akar, daun, buah, bunga, maupun kulit kayu.

Sejak dahulu kala, Indonesia telah dikenal akan kekayaannya, tanah yang subur dengan hamparan bermacam-macam tumbuhan yang luas.

Tanah yang subur dengan kekayaan tanaman sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia karena mereka bergantung dari alam dalam usahanya untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan. Pengolahan tanah, pemungutan hasil panen, proses alam tidak hanya menghasilkan makanan, tetapi juga berbagai produk yang berguna untuk perawatan kesehatan dan kecantikan.

Leluhur kita menggunakan resep yang terbuat dari daun, akar dan umbi-umbian untuk mendapatkan kesehatan dan menyembuhkan berbagai penyakit, serta persiapan-persiapan lain yang menyediakan perawatan kecantikan muka dan tubuh yang lengkap. Campuran tanaman obat traditional ini di kenal sebagai JAMU. Dimana Indonesia dikenal sebagai Negara nomor 2 dengan tanaman obat tradisional setelah Brazilia.

SEJARAH JAMU GENDONG
SEJARAH jamu gendong seiring perjalanan sejarah kerajaan Mataram Islam. Wiku, orang pintar atau dukun yang pertama kali membuat ramuan dari tumbuh-tumbuhan yang kemudian dijajakan dengan cara dipikul laki-laki dan digendong oleh perempuan.

Di antara kedua cara ini, jamu gendong inilah yang tetap berjalan hingga sekarang. Jenis jamu gendong bermacam-ragam seperti cabe puyang, beras kencur, dan daun pepaya. Jamu gendong yang populer sampai sekarang adalah beras kencur yang berkhasiat menghilangkan pegal-pegal pada tubuh. Selain itu, dapat merangsang nafsu makan. Bahan pokoknya adalah beras dan kencur. Sebagai pemanis digunakan gula merah dicampur gula pasir dan ditambah sedikit garam.

Ramuan untuk membuat jamu beras kencur menggunakan bahan 1 setengah ons beras, 1 setengah ons kencur, kapulaga 6 butir, jahe setengah ons, jeruk nipis 2-3 buah, asam kawak setengah ons, gula merah setengah kg, gula pasir secukupnya, garam secukupnya, dan air 4 liter. Masukkan air ke dalam panci bersama gula merah dan asam kawak, kemudian rebus sampai mendidih sambil diaduk agar seluruh bahan larut. Setelah mendidih, angkat dan tambahkan sedikit garam, lalu aduk dan biarkan dingin, kemudian saring. Jahe dan kencur dicuci bersih kemudian dikupas kulitnya. Cuci sekali lagi dan iris tipis-tipis. Selanjutnya, jahe, kencur, dan kapulaga dicuci dengan air panas. Bahan-bahan tersebut ditambah sedikit air matang dan dihaluskan (menggunakan blender jika ada). Bahan-bahan yang sudah halus seperti bubur itu diperas dan disaring untuk diambil sarinya dan langsung dicampurkan dengan larutan gula asam sambil diaduk. Masukkan dalam botol yang bersih dan kering, kemudian tutup rapat.

Jumat, 28 September 2007

CAPE! >.<

hmmm....bbrapa minggu trakhir ini kelompok kami terus menerus sibuk dgn tugas kuliah masing2....sulit untuk ngumpul n bt tgs Td bareng....
tapi..untungnya tgs ini bisa berjalan cukup lancar jg^^
data kita kumpulin dr berbagai sumber...ampe cari2 ttg gaya pop art di cat SSRD yg dah jadul..
cari2 ref packaging rokok lain yg dr jaman jadul jg..
repot bgt cr datanya..hehehe...tp dapet ilmu tambahan ttg kretek n budaya tionghua^^
slamat membaca blog kami^^...

Minggu, 23 September 2007

Kesimpulan

Berdasarkan Gaya Gambar

Setelah diteliti dengan seksama, adanya kesamaan desain kemasan produk ambre manis ini campbells, sebuah gambar soup tomato yang digambar oleh andy warholl, seorang tokoh yang berasal pada masa pop art (tahun 1960-1970an).

Jadi, dapat diambil hipotesa bahwa produk ambre manis mengadopsi gaya gambar pop art. Alasannya:

· Adanya kesamaan warna

· Komposisisi yang mirip dengan campbells

· Jenis Font…..??

· Teknik Reproduksi Pop art menerima pengadaan secara manual(silk screen), begitu juga pada kemasan ini

Penjelasan Visual:

Adanya gambar dari seorang tokoh wayang yaitu Djanoko yang juga disebut Janaka pada tokoh perwayangan yang berasal dari Mahabrata.

Sekilas mengenai tokoh perwayangan Djanoko atau Janaka:

· Raja Janaka adalah raja di kerajaan Mithila. Ia lahir di Janakpur, Nepal; ia dikisahkan dalam Ramayana sebagai ayah Sita dan ada pula sumber mengenai dirinya di Brihadaranyaka Upanishad, Mahabharata dan Purana.

· Janaka tidak hanya seorang raja yang gagah berani, namun juga ahli di bidang sastra dan Weda selayaknya seorang resi. Ia adalah murid kesayangan Yajnavalkya, yang merupakan Brahman dalam wujud raja, pada bab satu kitab Brihadaranyaka Upanishad. Dalam Bhagawad Gita, Sri Kresna menggunakan Janaka sebagai contoh Karma yoga.

· Raja Janaka juga disebut sebagai seorang Rajaresi yang memiliki pengetahuan spiritual dan meraih predikat resi, meskipun ia seorang raja yang memerintah di Mithila. Ia juga dilatih oleh Resi Ashtawakraa.

· Menurut wiracarita Mahabharata, Janaka adalah ras para raja yang memerintah Kerajaan Wideha dari ibukota mereka, Mithila. Ayah Sita (istri Raghava Rama) bernama SÄ«radwaja Janaka. Mahabharata menyebutkan banyak Raja Janaka lainnya yang merupakan sarjana besar dan hidup seperti resi meskipun mereka adalah raja. Mereka senang berbincang-bincang mengenai agama dengan banyak resi.

Pengunaan tokoh wayang Djanoko, menurut saya adalah sebuah simbolisasi. Sepertinya pembuatnya ingin bungkus rokok memuat gambar yang akrab di lingkungan masyarakat, karena sekitar tahun 70an, sebuah stasiun televisi yaitu TVRI memiliki sebuah acara atau serial perwayangan yang bernama Ria Janaka yang pada saat itu memang sedang popular.

Mungkin diambil tokoh Djanoko karena ingin menampilkan kepribadian dari Janaka yang seorang raja pada cerita perwayangan. Desain produk ini mungkin ingin menampilkan bahwa produknya ini sebuah produk yang berclass tinggi/ high class, ingin memunculkan sifatt atau pribadi maskulin seperti tokoh Janaka yang gagah berani.

Adanya gambar padi, ingin menampilkan kemakmuran dari negeri Indonesia. Dari pengunaan warna merah juga menunjukkan kemakmuran (berdasarkan kebudayaan tionghua).


Sabtu, 22 September 2007

Asal usul rokok/ pengguna tembakau di luar negeri


Tidak bisa diragukan lagi bahwa para pribumi benua Amerika adalah orang-orang yang pertama kalinya menyebar luaskan penggunaan tembakau, menyalakan dan menghisap asapnya. Mereka inilah yang pertama sekali menjadi pioneer tembakau, menanam dan memeliharanya serta menhisapnya seperti tembakau yang kita kenal sekarang. Mereka ini dipastikan berasal dari semenanjung Yucatan di Mexico.

Juga dapat dipastikan bahwa suku Maya di Amerika Tengah adalah pengguna tembakau. Kemudian setelah budaya Maya hancur, maka para suku-suku bangsa Maya ini bertebaran dengan membawa tembakau menuju baik ke Selatan maupun Utara benua Amerika. Penyebaran keseluruh dunia dimulai setelah pelayaran Christopher Columbus pada tahun 1492. Menurut kisah sebenarnya Columbus hanya mencari emas, tetapi anak buahnya yang merasakan asap tembakau, menikmatinya. Dan Columbus “memasarkannya” di Eropa. Spanyol, Inggris dan negara-negara Eropa penjajah lainnya berlomba membuat produksi di negara-negara jajahannya.

Belanda memperkenalkannya dengan menanam di Deli, Sumatra dan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Nama Situbondo, Bondowoso dan Jember dan Magelang serta Deli, dikenal oleh penggemar tembakau baik di Bremen, Jerman atau di London.

Kertas rokok

Seorang pegawai sebuah produsen kertas di Sumatra Bagian Selatan, memgemukakan bahwa pabrik tempatnya bekerja memproses pembuatan kertasnya, kertas biasa maupun pembungkus rokok atau cigarette. Kertas pembungkus cigarette itu mengandung zat kimia tertentu (chlor ?) yang kalau dibakar dan asapnya masuk kedalam paru akan mengakibatkan terganggunya kesehatan.

Tentang Rokok atau Kretek


Riwayat Kretek

Riwayat kretek bermula di Kudus. Menjadi dagangan paling memikat di tangan pengusaha buta huruf. Sayang asal usulnya masih gelap.

Kisah kretek bermula dari kota Kudus. Tak jelas memang asal usul yang akurat tentang rokok kretek. menurut kisah yang hidup dikalangan para pekerja pabrik rokok, riwayat kretek bermula dari penemuan Haji Djamari pada kurun waktu sekitar 1870-1880-an. Awalnya, penduduk asli kudus ini merasa sakit pada bagian dada. Ia lalu mengoleskan minyak cengkeh. Sakitnya reda. Djamari lantas bereksperimen merajang cengkeh dan mencampurnya dengan tembakau untuk dilinting menjadi rokok.

Kala itu melinting rokok sudah menjadi kebiasaan kaum pria. Djamari melakukan modifikasi dengan mencampur cengkeh. Setelah rutin menghisap rokok ciptaannya. Djamari merasa sakitnya hilang. Ia mewartakan penemuan ini kepada kerabat dekatnya. Berita ini menyebar cepat. Permintaan "rokok obat" ini pun mengalir.

Djamari melayani banyak permintaan rokok cengkeh. Lantaran ketika dihisap, cengkeh yang terbakar mengeluarkan bunyi "kemeretek", maka rokok temuan Djamari ini dikenal dengan "rokok kretek". Awalnya, kretek ini dibungkus "klobot" atau daun jagung kering. Dijual per ikat dimana setiap ikat terdiri dari 10 , tanpa selubung kemasan sama sekali.

Rokok kretek kian dikenal. Namun tak begitu dengan penemunya Djamari diketahui meninggal pada1890. Siapa dia dan asal-usulnya hingga kini masih remang-remang. Hanya temuannya itu yang terus berkembang. Sepuluh tahun kemudian, penemuan Djamari menjadi dagangan memikat di tangan Nitisemito, perintis industri rokok di Kudus.

Bisnis rokok dimulai oleh Nitisemito pada 1906 dan pada 1908 usahanya resmi terdaftar dengan merek "Tjap Bal Tiga". Bisa dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di ndonesia.

Beberapa abad legenda yang beredar di Jawa, rokok sudah dikenal sudah sejak lama. Bahkan sebelun Haji Djamari dan Nitisemito merintisnya. Tercatat dalam Kisah Roto Mendut, yang menggambarkan seorang putri dari Pati yang dijadikan istri oleh Tumenggung Wiroguno, salah seorang panglima perang kepercayaan Sultan Agung menjual rokok "klobot" (rokok kretek dengan bungkus daun jangung kering) yang disukai pembeli terutama kaum laki-laki karena rokok itu direkatkan dengan ludahnya.

Awal usaha Kretek

Nitisemito sendiri seorang buta huruf, dilahirkan dari rahim Ibu Markanah di desa Janggalan dengan nama kecil Rusdi. Ayahnya, Haji Sulaiman adalah kepala desa janggalan. Pada usia 17 tahun ia mengubah namanya menjadi Nitisemito. Pada usia ini, ia merantau keMalang, Jawa Timur untuk bekerja sebagai buruh jahit pakaian. Usaha ini berkembang sehingga ia mampu menjadi pengusaha konfeksi. Namun beberapa tahun kemudian usaha ini kandas karena terlilit hutang. Nitisemito pulang kampung dan memulai usahanya membuat minyak kelapa, berdagang kerbau namun gagal. Ia kemudian bekerja menjadi kusir dokar sambil berdagang tembakau. Saat itulah dia berkenalan dengan Mbok Nasilah, pedagang rokok klobot di Kudus.

Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai penemu pertama rokok kretek, menemukan rokok kretek untuk menggantikan kebiasaan nginang pada sekitar tahun 1870.

Di warungnya, yang kini menjadi toko kain Fahrida di Jalan Sunan Kudus, Mbok nasilah menyuguhkan rokok temuannya untuk para kusir yang sering mengunjungi warungnya. Kebiasaan nginang yang sering dilakukan para kusir mengakibatkan kotornya warung Mbok Nasilah, sehingga dengan menyuguhkan rokok, ia berusaha agar warungnya tidak kotor.

Pada awalnya ia mencoba meracik rokok. Salah satunya dengan menambahkan cengkeh ke tembakau. Campuran ini kemudian dibungkus dengan klobot atau daun jagung kering dan diikat dengan benang. Rokok ini disukai oleh para kusir dokar dan pedagang keliling. Salah satu penggemarnya adalah Nitisemito yang saat itu menjadi kusir.

Nitisemito lantas menikahi Nasilah dan mengembangkan usaha rokok kreteknya menjadi mata dagangan utama. Usaha ini maju pesat. Nitisemito memberi label rokoknya "Rokok Tjap Kodok Mangan Ulo" (Rokok Cap Kodok makan Ular). Nama ini tidak membawa hoki malah menjadi bahan tertawaan. Nitisemito lalu mengganti dengan Tjap Bulatan Tiga. Lantaran gambar bulatan dalam kemasan mirip bola, merek ini kerap disebut Bal Tiga. Julukan ini akhirnya menjadi merek resmi dengan tambahan Nitisemito (Tjap Bal Tiga H.M. Nitisemito).

Bal Tiga resmi berdiri pada 1914 di Desa Jati, Kudus. Setelah 10 tahun beroperasi, Nitisemito mampu membangun pabrik besar diatas lahan 6 hektar di Desa jati. Ketika itu, di Kudus telah berdiri 12 perusahaan rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok kecil (gurem). Diantara pabrik besar itu adalah milik M. Atmowidjojo (merek Goenoeng Kedoe), H.M Muslich (merek Delima), H. Ali Asikin (merek Djangkar), Tjoa Khang Hay (merek Trio), dan M. Sirin (merek Garbis & Manggis).

Sejarah mencatat Nitisemito mampu mengomandani 10.000 pekerja dan memproduksi 10 juta batang rokok per hari 1938. Kemudian untuk mengembangkan usahanya, ia menyewa tenaga pembukuan asal Belanda. Pasaran produknya cukup luas, mencakup kota-kota di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan bahkan ke Negeri Belanda sendiri. Ia kreatif memasarkan produknya, misalnya dengan menyewa pesawat terbang Fokker seharga 200 gulden saat itu untuk mempromosikan rokoknya ke Bandung dan Jakarta

Ambruknya rokok kretek Bal Tiga dan Munculnya Pesaing



Hampir semua pabrik itu kini telah tutup. Bal tiga ambruk karena perselisihan diantara para ahli warisnya. Munculnya perusahaan rokok lain seperti Nojorono (1940), Djamboe Bol (1937), Djarum (1950), dan Sukun, semakin mempersempit pasar Bal Tiga ditambah dengan pecahnya Perang Dunia II pada tahun 1942 di Pasifik, masuknya tentara Jepang, juga ikut memperburuk usaha Nitisemito. Banyak aset perusahaan yang disita. Pada tahun 1955, sisa kerajaan kretek Nitisemito akhirnya dibagi rata pada ahli warisnya.

Ambruknya pasaran Bal Tiga disebut sebut juga karena berdirinya rokok Minak Djinggo pada tahun 1930. Pemilik rokok ini, Kho Djie Siong, adalah mantan agen Bal Tiga di Pati, Jawa Tengah. Sewaktu masih bekerja pada Nitisemito, Kho Djie Siong banyak menarik informasi rahasia racikan dan strategi dagang Bal Tiga dari M. Karmaen, kawan sekolahnya di HIS Semarang yang juga menantu Nitisemito.

Pada tahun 1932, Minak Djinggo, yang penjualannya melesat cepat memindahkan markasnya ke Kudus. untuk memperluas pasar, Kho Djie Siong meluncurkan produk baru, Nojorono. Setelah Minak Djinggo, muncul beberapa perusahaan rokok lain yang mampu bertahan hingga kini seperti rokok Djamboe Bol milik H.A. Ma'roef, rokok Sukun milik M. Wartono dan Djarum yang didirikan Oei Wie Gwan.

Perusahaan rokok kretek Djarum berdiri pada 25 Agustus 1950 dengan 10 pekerja. Oei Wie Gwan, mantan agen rokok Minak Djinggo di Jakarta ini, mengawali bisnisnya dengan memasok rokok untuk Dinas Perbekalan Angkatan Darat. Pada tahun 1955, Djarum mulai memperluas produksi dan pemasarannya. Produksinya makin besar setelah menggunakan mesin pelinting dan pengolah tembakau pada tahun 1967.

Di era keemasan Minak Djinggo dan di ujung masa suram Bal Tiga, aroma bisnis kretek menjalar hingga ke luar Kudus. Banyak juragan dan agen rokok bermunculan. Di Magelang, Solo dan Yogyakarta, kebanyakan pabrik kretek membuat jenis rokok klembak. Rokok ini berupa oplosan tembakau, cengkeh dan kemenyan.

Perkembangan industri kretek di daerah di pulau Jawa



Kretek juga merambah Jawa Barat. Di daerah ini pasaran rokok kretek dirintis dengan keberadaan rokok kawung, yakni kretek dengan pembungkus daun aren. Pertama muncul di Bandung pada tahun 1905, lalu menular ke Garut dan Tasikmalaya. Rokok jenis ini meredup ketika kretek Kudus menyusup melalui Majalengka pada 1930-an, meski sempat muncul pabrik rokok kawung di Ciledug Wetan.

Sedangkan di Jawa Timur, industri rokok dimulai dari rumah tangga pada tahun 1910 yang dikenal dengan PT. HM Sampoerna. Tonggak perkembangan kretek dimulai ketika pabrik-pabrik besar menggunakan mesin pelinting. Tercatat PT. Bentoel di Malang yang berdiri pada tahun 1931 yang pertama memakai mesin pada tahun 1968, mampu menghasilkan 6000 batang rokok per menit. PT. Gudang Garam, Kediri dan PT HM Sampoerna tidak mau ketinggalan, begitu juga dengan PT Djarum, Djamboe Bol, Nojorono dan Sukun di Kudus.

Kini terdapat empat kota penting yang menggeliatkan industri kretek di Indonesia; Kudus, Kediri, Surabaya dan Malang. Industri rokok di kota ini baik kelas kakap maupun kelas gurem memiliki pangsa pasar masing masing. Semua terutapa pabrik rokok besar telah mencatatkan sejarahnya sendiri. Begitu pula dengan Haji Djamari, sang penemu kretek. Namun riwayat penemu kretek ini masih belum jelas. Dan kisahnya hidupnya hanya dekrtahui di kalangan pekerja pabrik rokok di Kudus.

Bahan Pembuat Kretek:



1. Cengkeh



Cengkeh (Syzygium aromaticum,syn. Eugenia aromaticum), dalam bahasa Inggris disebut cloves, adalah tangkai bunga kering beraroma dari keluarga pohon Myrtaceae. Cengkeh adalah tanaman asli Indonesia, banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas di negara-negara Eropa, dan sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia. Cengkeh ditanam terutama di Indonesia (Kepulauan Banda) dan Madagaskar, juga tumbuh subur di Zanzibar, India, dan Sri Lanka.

Pohon cengkeh merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh dengan tinggi 10-20 m, mempunyai daun berbentuk lonjong yang berbunga pada pucuk-pucuknya. Tangkai buah pada awalnya berwarna hijau, dan berwarna merah jika bunga sudah mekar. Cengkeh akan dipanen jika sudah mencapai panjang 1,5-2 cm.

Penggunaan

Cengkeh dapat digunakan sebagai bumbu, baik dalam bentuknya yang utuh atau sebagai bubuk. Bumbu ini digunakan di Eropa dan Asia. Terutama di Indonesia, cengkeh digunakan sebagai bahan rokok kretek. Cengkeh juga digunakan sebagai bahan dupa di Tiongkok dan Jepang. Minyak Cengkeh digunakan di aromaterapi dan juga untuk mengobati sakit gigi.

Sejarah Cengkeh

Pada abad yang keempat, pemimpin Dinasti Han dari Tiongkok memerintahkan setiap orang yang mendekatinya untuk sebelumnya menguyah cengkeh, agar harumlah napasnya. Cengkeh, pala dan merica sangatlah mahal di zaman Romazi. Cengkeh menjadi bahan tukar menukar oleh bangsa Arab di abad pertengahan. Pada akhir abad ke-15, orang Portugis mengambil alih jalan tukar menukar di Laut India. Bersama itu diambil alih juga perdagangan cengkeh dengan perjanjian Tordesillas dengan Spanyol, selain itu juga dengan perjanjian dengan sultan dari Ternate. Orang Portugis membawa banyak cengkeh yang mereka peroleh dari kepulauan Maluku ke Eropa. Pada saat itu harga 1 kg cengkeh sama dengan harga 7 gram emas.

Perdagangan cengkeh akhirnya didominasi oleh orang Belanda pada abad ke-17. Dengan susah payah orang Prancis berhasil membudayakan pohon Cengkeh di Mauritius pada tahun 1770. Akhirnya cengkeh dibudayakan di Guyana, Brasilia dan Zanzibar.

Pada abad ke-17 dan ke-18 di Inggris harga cengkeh sama dengan harga emas karena tingginya biaya impor.

2. Tembakau

Tembakau


pohon tembakau

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan:

Plantae

Divisio:

Magnoliophyta

Kelas:

Magnoliopsida

Ordo:

Solanales

Familia:

Solanaceae

Genus:

Nicotiana
L.

Spesies

N. acuminata
N. alata
N. attenuata
N. clevelandii
N. excelsior
N. forgetiana
N. glauca
N. glutinosa
N. langsdorffii
N. longiflora
N. obtusifolia
N. paniculata
N. plumbagifolia
N. quadrivalvis
N. repanda
N. rustica
N. suaveolens
N. sylvestris
N. tabacum
N. tomentosa
Ref: ITIS 30562
menurut 26 Agustus, 2005

Tembakau (Nicotiana spp., L.) adalah genus tanaman yang berdaun lebar yang berasal dari daerah Amerika Utara dan Amerika Selatan. Daun dari pohon ini sering digunakan sebagai bahan baku rokok, baik dengan menggunakan pipa maupun digulung dalam bentuk rokok atau cerutu. Daun tembakau dapat pula dikunyah atau dikulum, dan ada pula yang menghisap bubuk tembakau melalui hidung.

Tembakau mengandung zat alkaloid nikotin, sejenis neurotoxin yang sangat ampuh jika digunakan pada serangga. Zat ini sering digunakan sebagai bahan utama insektisida.

Etimologi

Bahasa Indonesia tembakau merupakan serapan dari bahasa asing. Bahasa Spanyol "tabaco" dianggap sebagai asal kata dalam bahasa Arawakan, khususnya, dalam bahasa Taino di Karibia, disebutkan mengacu pada gulungan daun-daun pada tumbuhan ini (menurut Bartolome de Las Casas, 1552) atau bisa juga dari kata "tabago", sejenis pipa berbentuk y untuk menghirup asap tembakau (menurut Oviedo, daun-daun tembakau dirujuk sebagai Cohiba, tetapi Sp. tabaco (juga It. tobacco) umumnya digunakan untuk mendefinisikan tumbuhan obat-obatan sejak 1410, yang berasal dari Bahasa Arab "tabbaq", yang dikabarkan ada sejak abad ke-9, sebagai nama dari berbagai jenis tumbuhan. Kata tobacco (bahasa Inggris) bisa jadi berasal dari Eropa, dan pada akhirnya diterapkan untuk tumbuhan sejenis yang berasal dari Amerika.

Museum Kretek

Bagi jantung manusia, rokok bisa menjadi petaka. Tapi bagi jantung pemda Kudus, rokok adalah berkah. Tiap tahun industri rokok di kota ini menghasilkan pendapatan rata-rata satu triliun, dan memberi makan lebih dari sembilan puluh ribu karyawan pabrik-pabrik rokok di Kudus.

Umumnya, ada lima koleksi besar alat produksi rokok di museum ini; koleksi gilingan cengkeh (alat perajang cengkeh glondong), koleksi gilingan tembakau (alat pengurai tembakau), koleksi krondo (alat yang digunakan untuk memisahkan batang tembakau yang kasar dengan yang halus), dan koleksi alat perajang tembakau.

Semua ditata menjadi dua bagian; koleksi peralatan tradisional dan modern. Peralatan tradisional ditata di sisi kiri ruangan, sedangkan yang modern, tertata di sisi kanan ruangan. Tidak main-main, museum ini menyimpan alat-alat tradisional yang langka dan “berumur”. Lihat saja alat penggulung rokok yang berangka tahun 10-10-1938.

Sedangkan untuk perlatan yang tergolong modern banyak berupa asbak, gantungan kunci, korek api, payung, topi, jam, tas, gelas, cangkir, termos, t-shirt dan lain-lain. Logo-logo perusahaan rokok Kudus juga terpampang di sana. Tak hanya logonya, rokok-rokok produksi perusahaan Kudus (dari segala jaman) juga tersimpan di sana, lengkap. Semuanya terpajang di semacam etalase. Letaknya tak jauh dari etalase lain yang berisi koleksi keramik.

Selain itu, ada juga koleksi bahan baku rokok. Ada 17 jenis tembakau dan 10 jenis cengkeh dari berbagai dunia yang ikut nampang di sana. Tak hanya itu, miniatur proses produksi zaman sekarang, mesin produksi masa kini dan gedung pusat pengelola rokok-rokok asli Kudus (ditunjukkan dengan foto-foto) juga tersedia.

Yang menjadi inspirasi pendirian museum ini tak lain adalah Nitisemito. Memang, sejarah rokok Kudus tak bisa dipisahkan dari usaha Nitisemito. Tukang kopi ini pada tahun 1906 mendirikan pabrik rokok bermerk Bal Tiga. Rokok produksinya berupa campuran tembakau dan cengkeh yang dibungkus daun jagung kering yang dibesut (dihaluskan), disebut dengan Klobot. Tak disangka, usaha ini ternyata maju pesat. Setiap harinya, Bal Tiga menghasilkan dua juta batang rokok per hari. Begitu besarnya permintaan itu hingga Nitisemito mengerahkan 6000 orang tenaga buruh. Lama kelamaan, banyak warga Kudus yang meniru jejak Nitisemito.

Rokok



Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain.

Ada dua jenis rokok, rokok yang berfilter dan tidak berfilter. Filter pada rokok terbuat dari bahan busa serabut sintetis yang berfungsi menyaring nikotin.

Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker paru-paru atau serangan jantung.

Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam.

Manfaat Rokok Bagi Indonesia Raya dan Kita

Industri rokok memiliki cukai yang cukup besar. Pendapatan negara dari perusahaan-perusahaan rokokpun cukup signifikan untuk menambah belanja negara. Seberapapun buruknya efek yang ditimbulkan oleh kegiatan merokok ini, tidak akan menghalangi kejayaan industri-industri rokok nasional. Ini manfaat rokok pertama.

Manfaat kedua. Industri rokok merupakan industri yang sedemikian massif dari segi tenaga. Ini dimungkinkan karena industri ini mampu menyerap tenaga kerja yang luar biasa banyak dibandingkan dengan industri yang lainnya. Larangan penggunaan mesin-mesin industri otomatis dari pemerintah dalam menjalankan roda perusahan rokok mengindikasikan kebutuhan atau ketergantungan pemerintah, terutama soal tenaga kerja, yang sedemikian tinggi. Dengan demikian keberlangsungan hidup masyarakat yang menggantungkan hidup dari pekerjaan mereka di perusahaan rokok ini semakin tinggi. Tanpa rokok berarti tanpa nasi dan dapur yang mengepul. Ini belum dihitung pengangguran yang berhasil diatasi lewat agen-agen rokok maupun para pedagang kecil dan pedagang kaki lima.

Manfaat ketiga. Industri Musik, Televisi, Olah Raga dan sejenisnya berutang cukup banyak dengan Industri Rokok. Konser-konser musik di televisi maupun di kota-kota besar sponsor utamanya jarang sekali yang tidak pabrik rokok. Tanpa andanya sponsor dari perusahaan rokok ini kemungkinan besar hiruk pikuk dunia lagu dan musik di indonesia akan menjadi sunyi. Acara sepak bola mana yang tidak menggunakan sponsor perusahaan rokok? Sejauh yang saya ketahui sebagian besar acara-acara sepak bola maupun olah raga-olah raga lain semisal (bulu tangkis, billiard, tenis, dan yang lainnya) bisa berkembang dan melangsungkan berbagai event pertandingan karena dukungan dari perusahaan ini. Musik tanpa rokok adalah sunyi. Televisi tanpa rokok adalah sepi. Olah raga tanpa rokok adalah redup medali.

Manfaat rokok secara bilogis psikologis. Bagi sebagian banyak orang, rokok adalah teman hidup. Seperti anda membutuhkan makan dan minum maka bagi orang-orang tertentu rokok merupakan sebuah kebutuhan. Jika mereka sedang dirundung masalah atau dirundung kesendirian dan kesepian, rokok bisa menjadi teman berbagi sepi. Rokok menemani kita dikala sedang menunggu sang kekasih. Rokok menemani kita untuk mencairkan suasana dengan calon mertua. Rokok menemani kita dikala menunggu bus yang akan mengantar kita ke suatu tempat. Rokok menemani kita di jenuhnya perjalanan yang melelahkan. Rokok menemani kita dikala kita dirundung percecokkan dengan teman. Jika sehabis makan maka rokoklah cuci mulutnya.

Manfaat rokok dari gaya hidup. Merokok adalah seni, maka merokok juga merupakan sebuah keindahan. Dari mana segi indah dari merokok tersebut? Saya juga tidak begitu mengerti. Walaupun demikian kemungkinan besar pemahaman merokok adalah seni bisa ditelusuri dari perilaku para perokok. Merokok sering kali membutuhkan ketrampilan tertentu. Misanya cara menyulut rokok pun kadang ada ciri khas yang menarik dan membikin perhatian kita. Atau bisa jadi cara melinting bagi yang lebih suka merokok dengan cara ini. Gaya hidup dari para perokok pun bisa berbeda-beda, dan terkadang membikin decak kagum. Memainkan rokok yang berada ditanganpun kadang memerlukan keahlian tertentu. Jenis-jenis rokok pun memiliki segmentasi masyarakat yang berbeda-beda. Mungkin ini yang dinamakan gaya hidup.

Kesimpulan:

Disini saya ingin menegaskan bahwa tulisan ini tidak berarti bahwa saya mendukung atau memihak para perokok. Dari segi kesehatan dan kenyamanan memang merokok lebih banyak keburukannya di bandingkan manfaatnya. Hanya saja memang perlu regulasi yang lebih baik untuk menyeimbangkan atau menyelaraskan antara manfaat dari rokok dan keburukan dari rokok tersebut. Bagi anda para perokok selamat merokok dan saya anjurkan juga untuk menghormati para non smoker atau yang tidak merokok. Dan bagi para non smoker saya anjurkan juga untuk tidak menghujat atau membenci setengah mati para perusahaan rokok maupun para perokok tersebut. Sebagai sebuah realitas yang kemungkinan akan selalu mengelilingi kita, rokok maupun kebiasaan merokok merupakan sebuah fenomena yang patut kita sikapi dengan kelapangan dan kearifan. Rokok membantu kita sekaligus menghancurkan kita.

Sugesti dari Buldanul mengenai desain kemasan rokok

Berdasarkan desainnya, Buldanul menduga bahwa bungkus rokok itu tidak didesain oleh desainer yang berpendidikan tinggi. Tetapi, desainer lokal yang mempunyai kemampuan menyerap keinginan konsumennya. "Desain-desain ini pas atau akrab dengan konsumennya," ujarnya.

Desain bungkus rokok 'wong cilik' ini di mata Buldanul amat memikat. "Karena unik," katanya. Misalnya, rokok yang ditemukan di Purwodadi tak ditemukan di daerah lain.

Selain itu, perkembangan merek rokok juga sangat cepat seiring dengan perkembangan zaman. Ia mencontohkan pada tahun 1998, ia berkunjung ke pasar tradisional di Pacitan, Jawa Timur. Ketika itu ditemukan 10 jenis rokok berbagai merek.

Dua tahun kemudian, Buldanul berkunjung lagi ke Pacitan. Ternyata ia mendapatkan sejumlah rokok produk baru yang tidak dijumpai sebelumnya. Ia menduga bahwa produk rokok baru ini terus bermunculan sesuai dengan perkembangan zaman.

"Tetapi bisa juga rokok-rokok yang dulu sudah tidak laku kemudian berubah menjadi merek lain. Sehingga para konsumen tidak bosan-bosannya membeli," katanya.


Berdasarkan pengamatannya, ada tiga kategori desain bungkus rokok.

Pertama, bungkus rokok memuat gambar yang akrab di lingkungan masyarakat desa. Ia mencontohkan rokok cap Tuton yang menampilkan gambar orang menumbuk padi, cap Giling bergambar alat penggiling padi.


"
Ada juga cap Kepala Kambing Ideal. Padahal, hubungan dengan rokok ya apa?" ujar Buldanul tergelak. Desain seperti ini yang jadi favoritnya. "Ilustratif. Antara teks dan gambarnya pas."

Kategori kedua adalah desain bungkus rokok mengikuti main stream rokok yang sedang laku di pasaran. Misalnya, rokok Cap 34 sangat mirip dengan rokok 234 (Ji Sam Soe), Gudang Kapas mirip dengan rokok Gudang Garam. Sehingga rokok-rokok rakyat tersebut tidak perlu memasang iklan.

Yang menarik, ujar Buldanul, bungkus rokok ini mampu mensugesti si perokok. "Dengan merokok merek-merek tersebut dapat mengangkat gengsi yang merokok. Kalau mereka merokok 34 seolah-olah mereka merokok Ji Sam Soe," katanya.


Ketiga, desain yang sangat sangat modern, tidak ndeso. Desain bungkus rokok ini bermaksud membidik pasar anak muda desa 'korban perkotaan'. Yakni, mereka yang seharian bekerja di
kota, petang hari pulang ke desa namun penghasilannya cekak. "Dengan merokok merek ini, mereka merasa punya gaya hidup kota meski penghasilannya rendah," ujar dia.